PENGEMBANGAN DESAIN SISTEM INSTRUCTIONAL
PADA KURIKULUM PENDIDIKAN TINGGI
BERBASIS KBK
Oleh : Cepi Riyana, S.Pd., M.Pd.
A. Kebijakan Umum Kurikulum Pendidikan Tinggi
Pengembangan kurikulum di Perguruan Tinggi secara umum mengacu kepada surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Dalam Ketentuan Umum (7.8,9.10,11) dikemukakan deskripsi setiap kelompok mata kuliah dalam kurikulum inti dan pada pasal 9 berkenaan dengan kurikulum institusional. Dengan mengambil rumusan pada Ketentuan Umum, deskripsi tersebut adalah sebagai berikut: Keputusan Mendiknas yang dituangkan dalam SK nomor 232 tahun 2000 di atas jelas menunjukkan arah kurikulum berbasis kompetensi walau. pun secara. eksplisit tidak dinyatakan demikian.
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan "Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu".
Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.
SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlunya pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-elemen kompetensi.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya. Berdasarkan SK Mendiknas nomor 045: Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat:
1) dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
2) acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
3) berlaku secara. nasional dan internasional
4) lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, dan
5) kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan
Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan terkait dengan kompetensi utama.
Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan, kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori kompetensi.
Dengan kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)
Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
a. Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan pendidikan tinggi.
b. Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan proses pernbelajaran
c. Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam meningkatkan efektifitas belajar mereka
d. Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar.
Perubahan yang mendasar juga terjadi pada kriteria lulus dan tidak lulus (menguasai kompetensi atau tidak). Dalam konteks ini tidak setiap kompetensi memiliki rentangan 0 - 4 atau E, D, C. B, dan A, melainkan pendekatan penilaian yang bersifat mastery (Mastery-based Evaluation) untuk menggantikan pendekatan skala yang digunakan pada saat ini.
Untuk mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah komponen perlu terlibat secara inten dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
1) Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
2) Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk "shared vision" dan "mutual commitment" untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
3) Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
4) Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta. Masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.
B. Pengembangan KBK di Perguruan Tinggi
1. Konsep Kurikulum
Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali/penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Dari pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok, yaitu (1) adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan (2) tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang sempit atau sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang kurikulum, terutama yang berkembang di negara-negara maju, maka akan ditemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas.
Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah. Selanjutnya berdasarkan hasil pengumpulan informasi tentang kata kurikulum tahun 1916-1982 diperoleh beberapa pernyataan yang dapat dikembangkan sebagai definisi dari kurikulum.
Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh beberapa dimensi pengertian kurikulum. R. Ibrahim (2005) mengelompokkan kurikulum menjadi tiga dimensi, yaitu kurikulum sebagi substansi, kurikulum sebagi sistem, dan kurikulum sebagai bidang studi. Dimensi pertama memandang kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai.
Suatu kurikulum dapat juga menunjuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagi dokumen tertulis sebagi hasil persetujuan bersama antara penyusun kurikulum dan pemegang kebijakan pendidikan dan masyarakat. Dimensi kedua memandang kurikulum sebagai bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan dan bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup stuktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi dan menyempurnakannya.
2. Konsep Kompetensi
Pemahaman mengenai kerangka umm KBK bertitik tolak dari pemahaman kita mengenai konsep dasar kompetensi itu sendiri. McAshan (1981:45) mengemukakan bahwa kompetensi adalah ”A knowledge, skill, and abilities or capabilities that a person achieves, whice become part of his or her being to the exent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, afective, and psychomotor behaviour” dari papara tersebut, kompetensi adalah suatu pengetahuan, keterampilan dan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki oleh seorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga mewarnai perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, maka kompetensi harus didukung oleh pengetahuan, sikap, dan apresiasi, artinya tnpa pengetahuan dan sikap tidak mungkin muncul suatu kompetensi.
Sejalan dengan pendapat tersebut Gordon (1988) dalam Wina Sanjaya mengemukakan beberapa aspek yang terkandung dalam kompetensi tersebut, yaitu:
1) Pengetahuan (knowldge), yaitu pengetahuan seseorang untuk melakukan sesuatu, misalnya melakukan proses berfikir ilmiah untuk memecahkan suatu persoalan manakala ia memiliki pengetahuan yang memadai tentang langkah-langkah berfikir ilmiah.
2) Pemahaman (Understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu, misalnya seorang peserta diklat TI akan mampu memecahkan masalah-masalah dalam pekerjaan yang berhubungan dengan TI apabila ia memilki pengetahuan dasar tentang konsep-konsep TI.
3) Keterampilan (Skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas yang dibebankan yang menuntut produk/hasil dari pekerjannya dengan standar yang telah ditentukan.
4) Nilai (Value), Adalah standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga akan mewarnai dalam segala tindakannya yang didasarkan atas tata nilai universal, nilai dan etika kerja serta kepercayaan dasar (basic believe) yang dimilikinya.
5) Sikap (Attitude), yaitu perasaan atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar , misalnya perasaan senang atau tidak senang terhadap munculnya aturan baru, keterbukaan, dedikasi, loyalitas, empati, kooperatif, antusiasme dan sikap positif lainnya yang dapat mempengaruhi kinerja.
6) Minat (Interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan, misalnya minat untuk bekerja lebih baik, minat untuk berprestasi, berkarya, memperbaiki kinerja dan lain-lain.
Pada konteks yang lebih luas, kompetensi tidak hanya berkaitan dengan dunia kerja tapi juga dalam kehidupan secara luas. Sukmadinata (2004) mengemukakan bahwa pembahasan tentang kompetensi atau pendidikan berbasis kompetensi seringkali terkait dengan dunia kerja, tetapi konsep ini mempunyai makna yang lebih luas. Dalam maknanya yang lebih luas kompetensi mencakup semua kecakapan, kebisaan, ketrampilan yang diperlukan seseorang dalam kehidupanya, baik sebagai pribadi, warga masyarakat, siswa dan karyawan. Dalam arti umum kompetensi mempunyai makna yang hampir sama dengan ketrampilan hidup atau ”life skill”, yaitu kecakapan-kecakapan, ketrampilan untuk menyatakan, memelihara, menjaga dan mengembangkan diri. Kecakapan dan ketrampilan ketrampilan tersebut, tidak sekedar bersamaan dengan aspek fisik biologis, tetapi juga aspek-aspek intelektual, sosial dan afektif (perasaan, sikap dan nilai).
Kompetensi atau ketrampilan hidup dinyatakan dalam kecakapan, kebisaan, ketrampilan, kegiatan, perbuatan, atau performansi yang dapat diamati malahan dapat diukur. Performansi merupakan unsur yang nampak atau ”overt” dari performansi, tetapi dibelakang yang nampak itu banyak unsur unsur yang tidak nampak ”covert”. Suatu kompetensi apalagi kalau kompetensi tersebut berkenaan dengan kompetensi tahap tinggi minimal aspek yaitu: pengetahuan, ketrampilan, proses berfikir, penyesuaian diri, sikap dan nilai-nilai. Ketujuh aspek kompetensi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah trapesium atau kerucut.
3. Jenis-Jenis Kompetensi
Secara umum terdapat lima jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh SDM yang dapat menunjang pekerjannya, yaitu kompetensi dasar, kompetensi umum, kompetensi akademik, kompetensi vokasional dan kompetensi profesional.
a. Kompetensi dasar adalah kecakapan, kebisaan atau ketrampilan ketrampilan awal dan essensial yang harus dikuasai siswa untuk menguasai kompetensi kompetensi yang lebih tinggi (pengembangan diri). Berbicara, membaca, menulis dan berhitung permulaan di kelas satu, merupakan kompetensi dasar bagi penguasaan kompetensi yang lebih tinggi dalam bicalistung di kelas kelas selanjutnya. Kompetensi dasar juga mencakup penguasaan kecakapan dan keterampilan untuk menjaga, memelihara mempertahankan dan mengembangkan diri baik secara fisik, sosial, intelektual maupun moral. Dalam konsep ini kompetensi dasar tidak hanya kompetensi yang harus dikuasai anak untuk belajar lebih lanjut, tetapi juga yang harus dikuasai anak, remaja dan orang dewasa untuk eksistensi dirinya. Menjaga dan mempertahankan nama baik, harga diri, dan reputasi merupakan kompetensi dasar yang harus dikuasai bukan hanya oleh anak-anak tetapi juga remaja dan orang dewasa.
b. Kompetensi umum, merupakan penguasaan kecakapan dan ketrampilan yang diperlukan dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga, di sekolah, di masyarakat ataupun di lingkungan kerja. Kecakapan menyeberang di tempat penyeberangan (zebra cross), menghidupkan dan mematikan radio dan tv, naik bis umum, naik tangga berjalan, naik lift, menggunakan tilfun, menulis surat, mengendarai kendaraan, merawat kompor, kulkas, mesin cuci dsb, merupakan contoh-contoh dari kompetensi umum. Dalam kehidupan global dewasa ini pengusaan komputer, bahasa Inggris, penguasaan informasi-informasi hangat yang disebarkan hampir setiap detik, merupakan kompetensi umum yang harus dikuasai warga masyarakat/warga dunia saat ini. Ketidakmampuan dalam penguasaan kompetensi-kompetensi tersebut dapat mengakibatkan ketertinggalan.
c. Kompetensi akademik merupakan kemampuan, kecakapan ketrampilan mengaplikasikan atau menerapkan teori, konsep, kaidah, prinsip, model di dalam kehidupan. Kompetensi akademik juga berkenaan dengan penerapan dan pengembangan kecakapan dan masalah dan kreativitas. Peserta didik tidak hanya dituntut mengetahui dan mengerti teori, kaidah, prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mereka terima dalam berbagai bidang ilmu. Lebih dari itu mereka harus mampu menerapkan dam menggunakannya dalam kehidupan, mampu mencari penyebab dan memecahkan masalah yang dihadapi, dan kalau mungkin mereka mampu menemukan hal-hal baru. Pengembangan kompetensi akademik membutuhkan banyak latihan, untuk itu para pendidik dituntut lebih kreatif dan inovatif, mencari pendekatan dan metode metode pembelajaran yang bersifat aplikatif. Latihan-latihan tersebut dituntut banyak dilakukan oleh para pendidik dalam mata-mata pelajaran bersifat teoritis, baik di sekolah umum, madrasah maupun sekolah kejuruan. Dengan demikian perlu ditegaskan disini bahwa kompetensi akademik tidak hanya dikembangkan pada jenjang pendidikan tinggi, tetapi juga pada pendidikan menengah bahkan dasar. Sudah tentu pengembangan kompetensi akademik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disesuaikan dengan tahap perkembangan dan kemampuan para peserta didik pada usia tersebut.
d. Kompetensi vokasional, berkenaan dengan pengembangan kecakapan dan keterampilan praktis dalam satu bidang pekerjaan. Kompetensi vokasional bisa berkenaan dengan penguasaan kecakapan dan keterampilan kerja pada tahap prakarya (prakejuruan), kejuruan dan tahap vokasional.. Pengembangan kompetensi vokasional dilaksanakan dalam program pengajaran atau mata-mata pelajaran praktik, baik di Sekolah Menengah kejuruan, Program Diploma maupun Pendidikan dan Latihan. Karena pengembangan kompetensi vokasional diarahkan pada penguasaan kompetensi kerja, dan perkembangan tuntutan kerja dewasa ini semakin tinggi, maka kompetensi vokasional yang harus dikuasai oleh para lulusan pendidikan kejuruan, Diploma dan Diklat haruslah kompetensi standar, yaitu kompetensi yang sesuai dengan standar kerja.
e. Kompetensi profesional merupakan penguasaan kecakapan, kebisaan, keterampilan akademik dan vokasional tingkat tinggi. Kompetensi ini berkenaan dengan penguasaan kemampuan intelektual, sosial, motorik tingkat tinggi, seperti proses berfikir abstrak, analisis sintesis, konvergen-divergen, evaluatif, pemecahan masalah, dan kreatifitas, keterampilan berkomunikasi ddan memimpin, keterampilan mengoperasikan alat berteknologi tinggi dll. Kompetensi profesional dikembangkan melalui program-program pendidikan profesi dan spesialisasi.
4. Konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) adalah model kurikulum yang memfokuskan sasarannya pada pengembangan kemampuan atau penguasaan kompetensi dalam bidang bidang praktis terutama dalam bidang pekerjaan. Kompeetnsi yang dikembangkan dalam pendidikan profesi dapat berupa kompetensi teknis, vokasional, dan kompetensi profesional. Kompetensi teknis atau keterampilan disiapkan bagi tenaga teknis, oprerator atau staf. Pengembangan kompetensi vocasional diarahkan pada pengembangan penguasaan kompetensi tidak hanya yang bersifat teknis, tetapi juga konseptual menggunakan keterampilan intelektual dan sosial. Penyelesaian ugas-tugas dan peran vocasionaltidak lagi teknis mekanistis malainkan juga bersifat analitis, problematis dan inovatif.
Kompetensi profesional memiliki kompleksitas uyang lebih tinggi, selain menggunkan keterampilan-keterampilan intelektual dan sosial yang tinggi juga melibatkan penguasaan konsep-konsep dengan tugas-tugas analitis, pemecahan masalah, penelitian dan pengembangan. Kompetensi profesional adalah gabungan dari kompetensi vokasional dan akademik. Untuk penyelesaian tugas-tugas profesional, terutama yang bersifat penyelesaian masalah dan pengembangan bidang profesi dibutuhkan dasar-dasar yang bersifat konseptual yang berdasarkan dari ilmu dan pengalaman.
KBK merupakan suatu model kurikulum yang memfokuskan pada penguasaan kemampuan atau kompetensi-kompetensi khusus yang berkenaan dengan tugas peran dalam pekerjaannya. Suatu bidang pekerjaan, profesi atau kejuruan memiliki sejumlah tugas (task) atau peranan (roles). Misalnya Sub Bagian Perancangan Aplikasi Komputer di BPK memiliki tugas melaksanakan kegiatan perancangan sistem aplikasi komputer berdasarkan kebijakan pengembangan sistem aplikasi, serta melaporkan hasil kegiatannya secara berkala kepada Kepala Bagian Pengembangan Aplikasi Komputer.
Suatu kompetensi dalam KBK mungkin memiliki ruang lingkup yang luassehingga perlu diuraikan menjadi beberapa sub kompetensi. Misalnya profesi sebagai instruktur diklat, profesi ini masih memiliki cakupan yang cukup luas, karena mencakup kemampuan menyusun persiapan pelatihan, melaksanakan proses pelatihan, mengevaluasi, mengelola pelatihan, dan lain-lain dan itu merupakan sub kompetensi.
Lebih lanjut Wina (2008) mengemukakan bahwa KBK sebagai sebuah kurikulum memliki tiga karakteristik utama, yaitu : (1) memuat sejumlah standar kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta diklat, dan dijabarkan lagi kedalam bentuk kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta diklat, artinya dalam KBK peserta diklat harus memiliki kemampuan standar yang ditentukan. (2) Implementasi pembelajaran dalam KBK menekankan pada proses pengalaman dengan memperhatikan keberagaman setiap individu sesuai dengan bidang pekerjaannya.Proses pelatihan tidak sekedar untuk menguasai kemampuan kognitif , akan tetapi bagaimana mata diklat tersebut dapat menunjang dan mempengaruhi pola berfikir dan bertindak dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam menyelsaikan pekerjaanna. (3) Evaluasi diklat KBK menekankan pada evaluasi proses dan hasil serta produk sebagai indikator kinerja (unjuk kerja / performance).
5. Prosedur Pengembangan KBK
a. Rumusan Kompetensi Kerja
KBK merupakan suatu model kurikulum yang memfokuskan pada penguasaan kompetensi-kompetensi khusus dalam bidang pekerjaan atau vokasi/juruan. Dalam suatu pekerjaan ada sejumlah tugas dan peranan yang harus dilakukan. Pengerjaannya menggunakan standar tertentu sesuai dengan jenis pekerjaannya. Untuk bisa melakukan pekerjannya dibutuhkan kemampuan atau kompetensi kompetensi kerja yang standar pula.
Dalam menyusun kurikulum suatu tugas atau peranan dalam pekerjaannya kemudian diurai (analisis) atas kompetensi-kompetensi standar yang mendukungnya. Apabila kompetensinya luas, maka diurai menjadi beberapa sub kompetensi tetapi apabila cukup sempit maka dapat langsung diurai dan dirumuskan menjadi performansi. Performansi ini menggambarkan keterampilan-keterampilan yang langsung terkait dengan penyelesaian suatu tugas pekerjaan atau bisa disebut dengan ketrampilan kerja.
Performansi kerja atau keterampilan kerja tidak hanya berkenaan dengan dengan keterampilan fisik-motor (motorik skill) tetapi juga keterampilan intelektual (intelectual skills) dan keterampilan sosial (social skill). Cotoh dari keterampilan sosial adalah memimpin diskusi, rapat, seminar, lokakarya, negosiasi, pemasaran, dsb. Contoh keterampilan fisik-motorik, adalah mengkonstruksi bangunan, kendaraan, pesawat televisi. Walaupun sesuatu performansi nampak sebagai performansi atau keterampilan fisik-motorik, tetapi tidak berarti semata-mata hanya fisik-motorik saja, di dalamnya tercakup atau terintegrasi pula keterampilan lain, terutama keterampilan intelektual. Untuk dapat mengkonstruksi sebuah kendaraan dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan intelektual berkenaan dengan perencanaan dan konstruksi, spare part dari kendaraan.
Rumusan kompetensi atau sub kompetensi di dalam penyusunan kurikulum dapat dijadikan tujuan pembelajaran umum, sedang performansi atau keterampilan kerja menjadi tujuan pembelajaran khusus. Untuk setiap kompetensi atau sub kompetensi dipilih dan dirumuskan topik atau pokok bahasan serta garis-garis besar proses pembelajarannya. Sejalan dengan rincian kompetensi, sub kompetensi keterampilan kerja, dan rincian tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus, maka topik-topik atau pokok-pokok bahasan tersebut dirumuskan pula menjadi bahan ajar yang lebih terurai dengan proses pembelajaran yang terurai pula.
b. Langkah-Langkah Pengembangan KBK
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), secara umum mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: (a) Identifikasi kebutuhan pendidikan, (b) Analisis dan pengukuran kebutuhan, (c) Penyusunan desain kurikulum, (d) Validasi kurikulum (ujicoba dan penyempurnaan), (e) Implementasi kurikulum dan (f) Evaluasi kurikulum.
1) Identifikasi kebutuhan pendidikan
Pengembangan kurikulum diawali dengan identifikasi kebutuhan, yaitu mengidentifikasi jenis-jenis tenaga terampil dan/atau profesional yang dibutuhkan dalam suatu bidang pekerjaan. Dalam tahap ini, identifikasi ditujukan untuk menghimpun data tentang jenis-jenis pekerjaan, tugas atau peranannya, jumlah serta tingkat kualifikasi keterampilan/keahlian yang dibutuhkan.
2) Analisis dan pengukuran kebutuhan pendidikan
Untuk setiap jenis dan tingkat kualifikasi keterampilan/keahlian, dianalisis tugas-tugas atau peranan yang dibebankan kepadanya. Untuk setiap tugas atau peranan tersebut diidentifikasi kompetensi-kompetensi dan sub kompetensi yang harus dimiliki agar tugas atau peranan tersebut dapat dilaksanakan secara tuntas.
Untuk pengembangan suatu program latihan jangka pendek atau program inservice, dapat diadakan pengukuran. Kompetensi, sub kompetensi dan keterampilan kerja mana yang sudah dikuasai dan mana yang belum. Program latihan hanya disusun bagi penguasaan kompetensi dan keterampilan kerja yang belum dikuasai saja, yang sudah dikuasai tidak perlu diberikan lagi. Sebelum pengukuran diadakan, perlu disusun dulu instrumen pengukurannya.
Dalam pengembangan program pendidikan dan latihan jangka panjang, kalau seringkali sangat sulit. Dalam program pendidikan dan latihan yang berjangka panjang kompetensi dan keterampilan yang harus dikuasainya banyak sekali. Untuk setiap jenis kompetensi dan keterampilan perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran dalam bidang kejuruan dan vokasional kebanyakan bersifat praktik. Penyususnan instrumen dan pelaksanaan pengukurannya membutuhkan waktu yang lama.
3) Penyusunan Desain Kurikulum
Penyusunan desain atau rancangan kurikulum merupakan kegiatan merumuskan tujuan, isi atau bahan ajaran, proses atau metode pembelajaran, media serta evaluasi hasil pembelajaran. Tujuan pembelajaran umum dan khusus dirumuskan mengacu kepada rumusan kompetensi/sub kompetensi dan performansi atau keterampilan kerja. Sejalan dengan rumusan tujuan-tujuan tersbeut disusun pokok bahasan atau topik-topik bahasan serta rincian bahan yang sesuai dan menunjang pencapaian tujuan tersebut.
Agar para peserta diklat menguasai tujuan-tujuan dan topik bahasan tersebut, dipilih dan dirumuskan metode dan proses pembelajarannya. Dalam setiap rumusan proses pembelajaran dicantumkan pula buku sumber serta media pembelajaran yang digunakan, baik media kelas maupun laboratorium. Bagi pembelajaran yang dilaksanakan di ruang praktik disebutkan jenis kegiatan, tempat serta alat dan bahan praktik yang digunakan. Untuk setiap tujuan dan pokok bahasan ditentukan cara evaluasinya, baik evaluasi tertulis, lisan atau perbuatan.
Penyusunan desain kurikulum merupakan kegiatan merumuskan tujuan, isi atau bahan, proses atau metode, media serta evaluasi. Rincian is dan pengembangan model KBK akan dikemukakan pada uraian selanjutnya.
Urutan penyusunan desain KBK adalah sebgai berikut:
a) Merumuskan Kompetensi Mata Kuliah
Dari hasil analisis kebutuhan dihasilkan program-program studi dengan jenis dan tingkat keahlian yang diperlukan. Berpegang pada analisis tersebut selanjutnya dirumuskan tujuan program studi. Rumusan tujuan ini bersifat umum, tetapi menggambarkan sasaran yang jelas dan realistik.
b) Merumuskan kompetensi
Dalam tujuan program diklat telah terumuskan jobs yang dapat dikerjakan oleh para lulusan. Suatu job dapat cukup besar atau luas, sehingga perlu diurai dalam sejumlah task (sub-job). Agar dapat mengerjakan job atau task tersebut para lulusan harus menguasai sejumlah kompetensi profesional, baik kompetensi dasar, pokok maupun penunjang. Kompetensi-kompetensi yang luas perlu dirinci menjadi sub kompetensi atau bahkan sub-sub kompetensi.
c) Merumuskan Kegiatan dan Bahan Ajar
Untuk setiap sub kompetensi atau sub-sub kompetensi dirumuskan kegiatan dan bahan ajarnya. Dalam pendekatan kompetensi, bahan ajar dan kegiatannya tidak dapat dipisahkan. Perumusannya sedapat mungkin menggambarkan kegiatan, tetapi apabila sulit, dapat juga berupa bahan ajaran yang didalamnya terkandung kegiatan pembelajarannya.
d) Menghitung dan Menentukan SKS
Untuk mengajarkan atau mempelajari setiap sub atau sub-sub kompetensi ditentukan berapa lama waktu yang diperlukan. Penentukan waktu ditentukan oleh dosen/ahlu yang telah berpengalaman dalam mengarkan job tersebut. Untuk memudahkan kegiatan selanjutnya, sebaiknya rincian waktu ditentukan dengan satuan jam pelajaran (biasanya dalam 1 jam pelajaran adalah 50 menit). Setelah selesai penentuan waktu untuk seluruh sub atau sub-sub kompetensi, kemudian dihitung kebutuhan waktu untuk suatu kompetensi. Dengan memperhatikan keluasan kompetensi, kegiatan dan/atau bahan ajar yang mencakup di dalamnya, hubungan dan urutan (sekuens) dari sub atau sub-sub kompetensi, serta jumlah jam pelajaran baru kemudian ditentukan nama mata kuliah. Nama mata kuliah dalam KBK biasanya tidak menunjukkan nama bidang ilmu, tetapi menunjukkan suatu job (pekerjaan), task (tugas, kegiatan) atau kompetensi. Dalam KBK banyak menekankan segi praktek/aplikasi, sehingga dalam menentukan jumlah jam pelajaran harus diperhatikan penggunaan jam pelajaran untuk tatap muka dikelas, atau untuk keperluan praktek di laboratorium, bengkel, studio dan lain-lain, demikian pula bila digunakan untuk kegiatan kulaih lapangan. Stelah diketahui seluruh kebutuhan untuk jam pelajaran untuk suatu mata kuliah, kemudian disetaraka dengan bobot satuan kredit semester (sks).
e) Menentukan Struktur Kurikulum (Struktur Program)
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka selanjutnya ditentukan struktur kurikulum atau biasa disebut dengan struktur program perkuliahan. Sesuai dengan Kepmendiknas nomor 232/U/2000, struktur program tersebut dikelompokkan menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok : (1) Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK), (2) Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK), (3) Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB), (4) Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB) dan (5) Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB). Selain itu dalam Kepmendiknas tersebut juga disebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi yang menjadi dasar penyelenggaraan program studi, terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional.
f) Menentukan Sebaran Mata Kuliah
Dengan memperhatikan urutan kedudukan, hubungan dan dukungan antar mata kuliah, kemudian ditentukan sebaran mata kuliah. Dengan demikian dapat ditetapkan mana mata kuliah-mata kuliah yang diberikan pada semester awal, semester selanjutnya dan semester akhir. Penentuan sebaran mata kuliah juga harus memperhatikan jumlah sks dalam setiap semester.
4) Validasi kurikulum
Secara ideal desain kurikulum yang telah disusun tidak langsung digunakan, tetapi terlebih dahulu divalidasikan. Kegiatan validasi dilakukan melalui uji coba minimal pada satu kelas angkatan pertama, lebih baik kalau beberapa kelas dan lebih dari satu angkatan. Selama uji coba diadakan kegiatan monitoring dan evaluasi yang intensif secara terus menerus. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi tersebut diadakan penyempurnaan-penyempurnaan.
5) Implementasi kurikulum
Desain kurikulum yang telah disempurnakan tersebut diimplementasikan pada seluruh kelas selama masa pendidikan atau pelatihan. Dalam mengimplementasikan kurikulum, sedapat mungkin semua faktor penunjang atau disebut juga sumber daya pendidikan, tersedia seperti yang dituntut dalam desain kurikulum mencakup personalia (guru/dosen/instruktur, konselor, staf dan peralatan pendidikan, media dan sumber belajar, biaya, manajemen dan iklim pendidikan yang kondusif.
6) Evaluasi kurikulum
Selama implementasi kurikulum, pada prinsipnya dilakukan evaluasi. Kegiatan evaluasi ditujukan untuk mengetahui kelemahan, kekurangan dan hambatan yang dihadapi. Evaluasi kurikulum berbeda dengan evaluasi hasil belajar. Evaluasi ini lingkupnya lebih luas, mengevaluasi proses pelaksanaan kurikulum, proses dan hasil belajar, mengevaluasi faktor-faktor pendukung seperti guru/instruktur, sarana dan fasilitas pembelajaran, media dan sumber belajar, serta desain kurikulumnya sendiri.
Pada angkatan-angkatan pertama evaluasi ini dilakukan secara intensif dan kontinu tetapi pada angkatan selanjutnya apabula tidak diperlukan lagi penyempurnaan-penyempurnaan, kegiatan evaluasi dapat dilakukan hanya pada saat-saat tertentu saja, umpamanya setiap akhir mata pelajaran dan akhir masa pendidikan dan latihan. Hasil-hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan kurikulum, baik penyempurnaan desain, implementasi, faktor pendukung maupun evaluasinya sendiri.
C. Desain Sistem Instructional
Secara teoritik desain instruksional, merupakan ilmu pengetahuan dalam menyusun secara spesifik sehubungan dengan pengembangan, evaluasi, serta menjaga situasi dimana tujuannya adalah untuk mempermudah belajar siswa baik pada lingkup mikro maupun makro ketika mempelajari materi pembelajaran (Ritchey, 1986: p.9). Dalam konteks ini desain instruksional didefinisikan sebagai proses dan ilmu. Desain instruksional dikatakan proses yaitu pengembangan sistematik pembelajaran secara spesifik dengan menggunakan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Desain sistem instruksional merupakan tahapan dari sebuah proses pengembangan kurikulum, seperti yang tergambar pada bagan berikut :


Terdapat empat hal yang sangat penting yang menjadi karakteristik desain instruksional, yaitu :
1. seleksi materi didasarkan pada data keseluruhan
2. strategi-strategi pembelajaran didasarkan pada teori dan penelitian
3. data tes didasarkan pada strandar penampilan yang telah ditetapkan
4. teknologi dimanfaatkan untuk optimalisasi efektivitas efisiensi, dann biaya (Campbell,1980).
Model desain instruksional yang umum biasanya diisusun lebih mudah tanpa ada modifikasi ataupun elaborasi. Proses desain instruksional menurut model umum ini, desain instruuksional adalah proses sistematik yang terdiri dari tahap-tahap: analisis, desain, pengembangan, iimplementasi dan evaluasi. Tahapan-tahapan model ini sebagai pendukung bagi siswa dengan cara (1) mensurvey prosedur yang digunakan dalam lapangan, (2) review internal, (3) pengembangan tes.
Setiap tahapan-tahapann desain instrusional tersebut, perlu dijabarkan untuk memperjelas tugas-tugas apa saja yang harus dikerjakan pada tahapan-tahapan tersebut. Untuk itu pengembangan dari setiap komponen desain instrusional dijabarkan lebih terperinci. Seperti yang sudah disinggung di atas, produk dari desain sistem pembelajaran adalah Silabus dan SAP, berikut uraian-masing-masing.
1. Pengembangan Silabus
Secara umum istilah silabus dapat diartikan sebagai “garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi/materi pembelajaran (Salim, 1987). Istilah silabus digunakan untuk menyebut suatu produk pengembangan kurikulum yang berupa penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi, kompetensi dasar, dan pokok-pokok/uraian materi yang harus dipelajari siswa ke dalam rincian kegiatan dan strategi pembelajaran, kegiatan dan strategi penilaian, dan alokasi waktu per mata pelajaran per satuan pendidikan dan per kelas. Pengembangan silabus merupakan salah satu tahapan pengembangan kurikulum, khususnya menjawab pertanyaan “Apa yang harus dipelajari”? Silabus merupakan hasil atau produk kegiatan pengembangan desain pembelajaran. Silabus juga sering disebut sebagai hasil atau produk pengembangan disain pembelajaran, seperti PDKBM, GBPP, dsb.
Silabus bermanfaat sebagai pedoman bagi pengembangan pembelajaran lebih lanjut, seperti pembuatan satuan pembelajaran, pengelolaan kegiatan pembelajaran, pedoman untuk merencanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran, silabus juga bermanfaat dalam pengembangan sistem penilaian. Silabus pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
1. Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
2. Materi Pokok apa sajakah yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk mencapai Standar Isi.
3. Kegiatan pembelajaran yang bagaimanakah yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan objek belajar.
4. Indikator apa sajakah yang harus ditentukan untuk mencapai Standar Isi.
5. Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
6. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
7. Sumber Belajar apa sajakah yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
1. Prinsip Pengembangan
· Ilmiah
Mengingat silabus berisikan garis-garis besar isi atau materi pembelajaran yang akan dipelajari oleh peserta didik, maka materi pembelajaran yang disajikan dalam silabus harus memenuhi kebenaran ilmiah. Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus perlu melibatkan pakar/ahli di bidang keilmuan masing-masing matapelajaran. Hal ini bertujuan agar materi pembelajaran yang disajikan dalam silabus teruji kesahihannya (validitas).
l Memperhatikan perkembangan dan kebutuhan siswa
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Misalnya materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa kelas satu berbeda dengan materi yang diberikan kepada siswa kelas dua maupun kelas tiga, baik mengenai cakupan dan kedalaman, maupun urutan penyajiannya.
l Sistematis
Silabus dianggap sebagai suatu sistem, karena sebagai sebuah sistem maka penyusunannya harus dilakukan secara sistematis. Sebagai sebuah sistem, silabus merupakan satu kesatuan yang memiliki tujuan, pokok materi, pengalaman belajar, alokasi waktu. Sejalan dengan pendekatan sistem tersebut, langkah-langkah sistematis penyusunan silabus secara garis besar dimulai dengan menentukan dan menuliskan standar kompetensi, kemudian menentukan sejumlah kompetensi dasar dan materi pokok yang diperlukan untuk mencapai standar kompetensi tersebut.
l Relevansi – terkait
Standar kompetensi yang disusun harus ada keterkaitan antara komponen dalam silabus, misalnya keterkaitan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, pengalaman belajar siswa, dan sumber rujukan. Contohnya, jika standar kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa “Memahami struktur dan fungsi tubuh hewan sebagai pendukung aktivitas kehidupannya”, maka kompetensi dasar yang releven dengan standar kompetensi tersebut adalah: (1) mengidentifikasi sistem organ pada hewan Avertebrata beserta fungsinya; (2) Mengidentifikasi system organ pada hewan Vertebrata beserta fungsinya.
l Konsisten - taat azas
Komponen-komponen yang ada dalam silabus harus konsisten satu dengan yang lainnya. Misalnya hubungan antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajar. Misalnya hubungan antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajar dalam bahasa Inggris. Salah satu materi pokok dalam mata pelajaran tersebut adalah Game “Find some one who..” . Pengalaman belajar yang konsisten dengan materi pokok tersebut adalah “Menanyai teman sekelasnya dengan membawa angket untuk menemukan seseorang yang dicari”. Contoh lain tentang konsistensi antara kompetensi dasar dengan pengalaman belajar. Misalnya kompetensi dasarnya “Membuktikan bahwa udara menghantarkan suara”. Pengalaman belajar yang konsisten dengan kompetensi dasar adalah “Melakukan percobaan, untuk membuktikan bahwa udara menghantarkan suara”.
l Adekuat - cukup/memadai
Prinsip ini mensyaratkan agar cakupan ruang lingkup materi yang dipelajari siswa cukup memadai untuk menunjang tercapainya penguasaan kompetensi dasar yang pada akhirnya membantu tercapainya penguasaan standar kompetensi. Misalnya, salah satu kompetensi dasar mata pelajaran sains adalah “Menjelaskan struktur keilmuan sains ditinjau dari objek dan persoalannya yang dikaji pada berbagai tingkat organisasi kehidupan”.
2. Prosedur Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi
Secara umum proses pengembangan silabus berbasis kompetensi terdiri atas enam langkah utama yang menjadi dasar dalam komponen-komponen pengembangan silabus, yaitu:
1. Identitas Mata Kuliah
a) Nama Mata Kuliah
b) Kelas
c) Semester
d) Deskripsi singkat Mata Kuliah
e) Mata Kuliah Pra syarat
f) Cakupan materi pokok
2. Standar kompetensi
Merupakan seperangkat kompetensi yang dibakukan dan harus dicapai peserta didik sebagai hasil belajarnya dalam setiap satuan pendidikan. Pengembangan standar kompetensi perlu dilakukan secara terbuka, seimbang, dan melibatkan semua kelompok yang akan dikenai standar kompetensi tersebut. Penyusunan standar kompetensi jenjang atau tingkat pendidikan merupakan usaha untuk membuat suatu sistem sekolah menjadi otonom, mandiri, dan responsive terhadap keputusan kebijakan daerah maupun nasional. Namun dalam penyusunan standar kompetensi perlu dilakukan secara cermat dan hati-hati, karena jika sekolah atau kelompok sekolah mengembangkan standar kompetensi sendiri tanpa memperhatikan standar nasional, maka pemerintah pusat akan kehilangan system untuk mengontrol mutu sekolah.
Langkah-langkah merinsi dan mengurutkan beberapa standar kompetensi adalah sebagai berikut:
01. Melaksanakan analisis standar kompetensi. Suatu standar kompetensi dapat dianalisis atau dirinci menjadi beberapa sub kompetensi atau kompetensi dasar.
02. Mengurutkan rincian standar kompetensi. Setelah mendapatkan perincian standar kompetensi. Tugas berikutnya adalah mengurutkan beberapa sub kompetensi atau kompetensi dasar tersebut.
Terdapat dua pendekatan pokok dalam analisis dan urutan standar kompetensi, yaitu pendekatan prosedural dan pendekatan hierarkis.
Pendekatan Prosedural
Pendekatan prosedural digunakan apabila standar kompetensi yang diajarkan berupa serangkaian langkah-langkah secara urut dalam mengerjakan auatu tugas pembelajaran.
Diagram 1:
Pendekatan Prosedural:


Contoh menyusun standar kompetensi dalam pembelajaran Pengetahuan Sosial (PS) yang diharapkan dapat dipelajari secara berurutan. Guru diharapkan dapat menyajikan mana yang akan didahulukan. Misalnya kompetensi; (1) mengidektifikasi konsep-konsep yang membangun PS, (2) mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. (3) mendeskripsikan perubahan sosial budaya masyarakat. Dari ketiga kompetensi di atas maka dari logika berfikir kompetensi untuk mengidentifikasikan konsep-konsep yang membangun PS harus paling dahulu dipelajari. Setelah itu baru kedua kompetensi itu baru kedua kompetensi berikutnya. Diantara kedua komptensi berikutnya penguasaan terhadap kompetensi mendeskripsikan hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungannya lebih didahulukan agar siswa dengan mudah mendeskripsikan perubahan social budaya masyarakat. Mengingat perubahan perubahan yan terjadi justru sebagai salah satu akibat hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya. Bila disajikan dalam bentuk diagram dapat dilihat pada diagram berikut:
Pendekatan Prosedural


Beberapa hal yang perlu dicata dari contoh tersebut:
01. Peserta didik harus menguasai standar kompetensi tersebut secara berurutan
02. masing-masing standar kompetensi dapat diajarkan secara terpisah (independent)
03. Hasil (output) dari setiap langkah merupakan masukan (input) untuk langkah berikutnya.
Pendekatan Hierarkis
Pendekatan hierarkis menunjukkan hubungan yan bersifat subordinate/berjenjang antara beberapa standar kompetensi yang ingin dicapai. Dengan demikian ada yang mendahului dan ada yang kemudian. Standar kompetensi yang mendahului merupakan prasyarat bagi standar kompetensi yang berikutnya.
Untuk mengidentifikasi beberapa standar kompetensi yang harus dipelajari lebih dulu agar siswa dapat mencapai standar kompetensi yang lebih tinggi dilakukan dengan jalan mengajukan pertanyaan ”apakah yang yang harus sudah dikuasai oleh siswa, agar dengan pembelajaran yang seminimal mungkin dapat dikuasai standar kompetensi yang diperlukan sebelum siswa dapat menguasai standar kompetensi berikutnya”?
Untuk memperjelas, berikut disajikan model analisis standar kompetensi menurut pendekatan hirarkis dalam mata pelajaran matematika.
Pendekatan Hierarkis


3. Kompetensi dasar dan indikator
Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar adalah rincian dari standar kompetensi, berisi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang secara minimal harus dikuasai siswa.Untuk memproleh rincian tersebut perlu dilakukan analisis standar kompetensi. Untuk memperoleh rincian tersebut, perlu dilakukan analisis standar kompetensi. Caranya dengan mengajukan pertanyaan “kompetensi dan sub kompetensi apa yang harus dikuasai siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi?
Cara mengurutkan kompetensi dasar sama dengan cara mengurutkan standar kompetensi, yaitu menggunakan pendekatan prosedural, pendekatan hierarkis, dari mudah ke sukar, dari konkret ke abstrak. Pendekatan spiral, pendekatan tematis, pendekatan terpadu (integrated), terjala (webbed),dan sebagainya.
Pendekatan prosedural digunakan jika kompetensi dasar yang dipelajari bersifat prosedural seperti langkah-langkah mengerjakan tugas. Pendekatan hierarkis digunakan jika hubungan antara kompetensi dasar yang satu dengan kompetensi dasar yang lain bersifat prasyarat, dalam arti suatu kompetensi harus dipelajari dulu sebelum mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
Contoh dari mudah ke sukar, misalnya: dari pengoperasian bilangan pecahan biasa ke berikutnya pengoperasian bilangan pecahan campuran. Dari konkret ke abstrak, misalnya dari mempelajari konsep konkret baru kemudian mempelajari konsep abstrak. Menurut pendekatan spiral, suatu materi pokok atau topik diberikan berulang-ulang, semakin luas dan semakin mendalam. Misalnya topik Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) diberikan pada beberapa tingkat kelas (kelas 1, kelas 2, kelas 3). Topik sama tetapi kedalaman dan keleluasaannya berbeda. Semakin tinggi kelasnya semakin mendalam dan luas cakupan materi yang diajarkan.
Pendekatan terjala (webbed) merupakan salah satu bentuk pendekatan terpadu (integrated) atau tematis. Dalam menyajikan pembelajaran, topik dari beberapa mata pelajaran yang relevan disajikan secara terpadu atau terintegritasi dengan menggunakan suatu tema sebagai titik sentral. Misalnya kompetensi dasar yang diharapkan dikuasai siswa adalah ”Memecahkan masalah sampah di Perkotaan”. Bertolak dari permasalahan sampah, dibahas pula segi ekonomi, kependudukan, kesehatan, dan sebagainya. Hubungan antar tema dan sub tema jika digambarkan akan merupakan sebuah jala (webb).
Pendekatan Terjala (Webbed)


Berikut disajikan contoh perumusan kompetensi dasar dari suatu standar kompetensi.
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Memahami langkah-langkah pemecahan persoalan sains dengan menggunakan metode ilmiah, dengan menunjukkan keterampilan proses
Mendeskripsikan keterampilan dasar dan keterampilan proses sains.
Mengenal langkha-langkah pemecahan masalah sains melalui metode eksperimen
mengenal langkah-langkah pemecahan masalah sains melalui metode observasi (non eksperimen)
Mengkomunikasikan percobaan atau hasil observasi secara tertulis dan secara lisan
Contoh penjabaran standar kompetensi ke dalam kompetensi dasar dalam mata pelajaran Pengetahuan Sosial (PS)
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi konsep-konsep yang membangun Pengetahuan Sosial
Mengeidentifikasi keterpaduan dimensi-dimensi fenomena sosial
Mendeskripsikan tujuan Pendidikan Sosial
Indikator
Indikator dikembangkan dari kompetensi dasar dengan memperhatikan materi dengan menggunakan kata kerja yang operasional dengan tingkat berfikir yang menengahdan tinggi. Tiap kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi tiga atau lebih indikator. Setiap indikator dapat dibuat tiga butir soal atau lebih. Pengembangan indikator dan penentuan soal penilaian dilakukan oleh sekolah, dalam hal ini adalah guru. Dengan demikian guru dituntut agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan kompetensi dasar menjadi sejumlah indikator dan indikator menjadi sejumlah soal penilaian.
Indikator seperti yang dijelaskan di depan adalah gejala, perbuatan, atau respon siswa. Indikator menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur dan cakupan materinya sudah terbatas. Kata kerja operasional yang digunakan pdaa indikator diantaranya menghitung, menafsirkan, membandingkan, membedakan, merangkum, menyimpulkan, dan sejenisnya.
Indikator juga digunakan untuk mengembangakan instrumen nontes, seperti pengukuran minat, sikap, motivasi, dan sejenisnya. Misalnya kita ingin mengukur minat seseorang mempelajari bidang studi bahasa Inggris, maka terlebih dahulu didefinisikan secara operasional apa yang dimaksud dengan minat. Definisi ini selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah indikator untuk menyatakan ciri-ciri orang berminat dan tidak berminat dalam bentuk pernyataan atau pertanyaan. Misalnya ciri-ciri orang yang berminat adalah orang yang memiliki catatan pelajaran lengkap, selalu hadir di kelas, sering mengajukan pertanyaan, dan sebagainya.
Soal penilaian yang digunakan harus diusahakan agar memberikan informasi yang sahih dan handal. Sahih berkaitan dnegan sampel bahan ajar yang diujikan, yaitu sejauhmana bahan penilaian mewakkili bahan ajar yang ada di dalam silabus. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya waktu penilaian, khususnya untuk penilaian pertengahan semester dan aikhir semester. Andal berkaitan dengan kesalahan pengukuran yang sering dinyatakan dengan indeks kehandalan. Langkah pertama dalam menyiapkan soal penilaian adalah tujuan penilaian tersebut, kemudian ditentukan waktu dan bentuk soal.
4. Materi pokok dan uraian
Materi pokok adalah pokok-pokok materi pembelajaran yang harus dipelajari siswa sebagai sarana untuk mencapai kompetensi dasar dan yang akan dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan indicator pencapaian belajar. Materi pokok ini sudah ditetapkan secara nasional dalam standar kompetensi mata pelajaran, maka tugas pengembang/guru adalah menjabarkannya menjadi uraian materi pokok atau materi pembelajaran. Hal ini untuk mempermudah guru sekaligus untuk memberikan arah serta cakupan materi pembelajarannya.
Perumusan materi pokok dirumuskan dalam bentuk kata benda atau kata kerja yang dibendakan.
Contoh, jika kompetensi dasarnya adalah “melakukan perhitungan rugi laba’, maka materi pokok atau materi pembelajarannya adalah “cara perhitungan rugi laba”. Jika kompetensi dasarnya adalah “mendeskripsikan masalah-masalah dalam mewujudkan masyarakat madani”, maka materi pokoknya adalah “ masalah-masalah dalam mewujudkan massyarakat madani.
5. Alternatif strategi pembelajaran
Strategi pembelajaran adalah bentuk/pola umum kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Strategi pembelajaran terdiri atas kegiatan tatap muka (TM) dan non tatap muka (NTM).
§ TM, kegiatan pembelajaran dalam bentuk interaksi langsung antara guru dengan siswa, seperti: ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi seminar, kuis, tes.
§ NTM, pengalaman dan kegiatan belajar dalam bentuk interaksi siswa dengan objek/sumber belajar selain guru, seperti: mendemonstrasikan, mempraktikkan, mengukur, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, mengaplikasikan, menganalisis, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah.
6. Alokasi waktu
Alokasi waktu perlu dirancang dalam pengembangan silabus, tujuannya adalah untuk membuat perkiraan berapa lama siswa mempelajari materi yang telah ditentukan dengan memperhatikan tingkat kesulitan materi, luas materi, lingkup/cakupan materi, tingkat pentingnya materi.
Dalam setiap pedoman khusus pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran sudah tercantum banyaknya standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk mata pelajaran yangbersangkutan. Dalam penyusunan alokasi waktu ini perlu memperhatikan kalender pendidikan.
7. Sumber bahan/acuan/rujukan
Sumber bahan adalah rujukan, referensi atau literatur yang digunakan baik untuk menyusun silabus maupun buku yang digunakan oleh guru dalam mengajar. Hal ini berguna agar dalam menyusun silabus kita terhindar dari kesalahan konsep. Dalam penulisan sumber bahan atau rujukan ini perlu memperhatikan dan mengikuti cara penulisan yang standar (nama pengarang, tahun terbit, judul buku, kota, nama penerbit)
A. Contoh Format Silabus
Mata Kuliah : …………………………….
Kelas/Semester : …………………………….
Standar Kompetensi : …………………………….
Mata Kuliah Prasyarat : ............................................
Deskripsi mata Kuliah : .............................................
Dosen pengampu : ............................................
Pertemuan
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pokok
Pengalaman Belajar
Alokasi Waktu
Sumber Bahan:
………………………………………………………
2. Pengembangan Satuan Acara Perkuliahan (SAP)
Satuan acara perkuliahan (SAP) merupakan penjabaran dari Silabus. Kalau silabus dibuat untuk satu semester, sedangkan SAP dibuat untuk satu kali tatap muka di kelas. Namun secara umum komponen yang ada di dalamnya hampir sama, perbedaannya terletak pada uraian kegiatan pembelajarannya. Contoh silabus di bawah ini :


SATUAN ACARA PERKULIAHAN
Kode dan Nama Mata Kuliah : E-Learning /TP408
Materi Pokok : Konsep Dasar e-learning
Kompetensi Dasar : Mahasiswa diharapkan memiliki pemahaman tentang konsep dasar e-learning sebagai
bagian dari inovasi pembelajaran dalam sebagai alternatif sistem pembelajaran di era
teknologi informasi
Jumlah Pertemuan : 1 (Satu) kali
Dosen / Asisten : Cepi Riyana, S.Pd., M.Pd.
Pertemuan
Ke
Indikator
Sub Pokok Bahasan dan Rincian Materi
Proses Pembelajaran (Kegiatan Mahasiswa)
Tugas dan Evaluasi
Media dan Buku Sumber
2
1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian e-learning
2. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan e-learning
3. Mahasiswa dapat membandingkan konsep distand learning, elearning, CBT, dll.
1. Terminologi dan hakikat e-learning
2. Karakteristik : kelebihan dan kekurangan e-learning
3. Perbandingan konsep distand learning, elearning, CBT, dll.
Menyimak penjelasan dari dosen, mengajukan pertanyaan, menanggapi penjelasan, tugas melalui diskusi kelas
O Mengkaji esensi mata kuliah dan relevansinya dengan materi sebelumnya
O Pencarian bahan kuliah melalui internet
O Post tes di akhir perkuliahan
LCD Projector
White Board
Komputer dan internet
D. Daftar Pustaka
Depdiknas (2001) Kurikulum Berbasis Kompetensi: Kebijaksanaan Umum Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
Dick, Walter and Lou Carey . (1990). The systematic Design of Instruction.Harper Collins Publishers. USA
Gagne, Robert. (1992). Principles of Instructional Design. Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.USA
Seels, Barbara.(1990). Exercise in Instrctional Design. Merril Publishing Company. USA

Leave a Reply